Kamis, 30 Juni 2016

ETIKA MANAJEMEN KEUANGAN DALAM KACA MATA ISLAM


Pembahasan etika dalam manajemen keuangan syariah tidak bisa dilepaskan dari
nilai-nilai ajaran Islam secara menyeluruh. Sehingga nilai Islam bukan merupakan aspek yang terpisah sama sekali dari aspek rasional realitas ekonomi. Kedua-duanya sangat terkait, pada kenyataannya.
Oleh karena itu, kita maklum bahwa manajemen keuangan atau ekonomi syariah
dikatakan juga bekerja mewujudkan motif/prinsip ekonomi, yaitu mencapai keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan tenaga yang sekecil-kecilnya (Prawiranegara, 1988: 29-30)
sekalipun tidak absolut sama halnya dengan praktik motif ekonomi tersebut dalam
realitasnya. Praktik motif ekonomi secara kuat atau bahkan absolut dapat berdampak
buruk, menindas sesama manusia dengan cara sekejam-kejamnya.
Bahwa pada dasarnya, mengejar keuntungan bukanlah pertimbangan bisnis yang asing
dalam masyarakat Islam yang kuat. Karena kita semua menerima bahwa tujuan bisnis
adalah mendapatkan keuntungan, sehingga segala sesuatu yang mennyimpangkan dari
perolehan keuntungan, tentu saja harus dihindari. Hal ini merupakan usaha manusia
untuk mencari kelebihan Allah SWT di dunia, sebagaimana Ayat Al-Qur’an surat alQashash ayat 77. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Akan tetapi dalam Islam, perbuatan bisnis yang semata-mata didasarkan atas asas
ekonomi sangat dicela oleh kaum Muslimin yang jujur. Bisnis sekalipun tujuannya
untung, sekalipun telah dilakukan secara sukarela, namun tetap tidak dibenarkan jika
melanggar aturan atau pengetahuan umum, antara lain pengetahuan tentang harga
umum/wajar
Untuk mengetahui cara-cara yang benar, pertama-tama kita mesti tahu cara-cara
yang salah/bathil. Di dalam AlQur’an, dijelaskan bahwa cara yang batil/curang dalam
memakan harta orang lain (Prawiranegara, 1988: 281).
  1. Penipuan seperti dengan sengaja salah menimbang, menyukat, mengukur dan lainlain. Al-An’am ayat 152-153, Surat al-Muthoffifin ayat 1-12.
  2. Tidak menepati janji/ melanggar sumpah An-Nahl: 92-94.
  3. Di dalam AlQur’an disebutkan larangan mengenai cara pencurian sebagai
    cara yang salah dalam memindahkan hak kepemilikan dari satu pihak kepada pihak
    lain dalam Surat Al-Maidah ayat 38:
  4. Judi atau maisir. Larangan judi ini disebutkan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
    ayat 219 dan 280 serta Surat Al-Maidah ayat 90 dan 91.
  5. Larangan menimbun untuk diri sendiri dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 34-
  6. Perbuatan-perbuatan lain yang bertujuan mengambil hak orang lain tanpa izin atau
    pengetahuan atau kemauan orang yang berhak. Hal ini disebutkan di dalam AlQur’an
  7. Dan transaksi yang berkennaan dengan riba, dalam surat Al-Baqarah 278-279.

Senin, 27 Juni 2016

Hukum Pasar Modal Dalam Kaca Mata Islam

Pasar Modal adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan modal, seperti obligasi dan efek. Pasar modal berfungsi menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
Di Indonesia, Pasar Modal terdiri atas lembaga-lembaga sebagai berikut:
1- Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
2- Bursa efek, saat ini ada dua: Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya namun sejak akhir 2007, Bursa Efek Surabaya melebur ke Bursa Efek Jakarta sehingga menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4- Lembaga Kliring dan Penjaminan, saat ini dilakukan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI)
5- Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT. KSEI).
Dalam kaitannya dengan pasar modal ini, ada tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu barang dan jasa yang diperdagangkan, mekanisme yang digunakan dan pelaku pasar.
Pertama, Barang yang diperdagangkan adalah efek dan obligasi. Dalam bahasa Inggris, Efek disebut security, yaitu surat berharga yang bernilai serta dapat diperdagangkan. Efek dapat dikategorikan sebagai hutang dan ekuitas sebagaimana obligasi dan saham. Perusahaan atapun lembaga yang menerbitkan efek disebut Penerbit Efek. Efek tesebut dapat terdiri dari surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, unit penyertaan kontrak investasi kolektif (seperti misalnya reksadana, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek). Kualifikasi dari suatu efek adalah berbeda-beda sesuai dengan aturan di masing-masing negara.
Efek dapat berupa sertifikat atau dapat berupa pencatatan elektronis yang bersifat: (1) Sertifikat atas unjuk, di mana pemilik yang berhak atas efek tersebut adalah sipembawa (pemegang efek); (2) Sertifikat atas nama, di mana pemilik efek, pemilik yang berhak atas efek tersebut adalah yang namanya tercatat pada daftar yang dipegang oleh penerbit atau biro pencatatan efek.
Dalam hal ini, semua bentuk efek dan obligasi yang perjualbelikan di pasar modal tidak terlepas dari dua hal, yaitu riba dan sekuritas yang tidak ditopang dengan uang kertas (fiat money) yang bestandar emas dan perak. Dengan begitu, nilai efek dan obligasi yang diperdagangkan pasti akan mengalami fluktuasi. Dari aspek ini, efek dan obligasi tersebut hukumnya jelas haram. Karena faktor riba dan sekuritasnya yang haram.[1]
Dalil keharamannya adalah dalil keharaman riba, sebagaimana yang dinyatakan di dalam al-Quran:
﴿وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا﴾
“Allah telah menghalalkan jual-beli, dan mengharamkan riba.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 275)
Juga dalil tentang penetapan emas dan perak sebagai mata uang dan standar mata uang. Antara lain, Islam melarang menimbun emas dan perak, padahal keduanya merupakan harta yang halal dimiliki. Islam juga mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang tetap, seperti dalam kasus diyat, kadar pencurian, dan sebagainya. Islam menjadikan emas dan perak sebagai alat hitung baik terhadap barang maupun jasa, seperti Dinar, Dirham, Mitsqal, Qirath dan Daniq. Islam mewajibkan zakat uang dalam bentuk emas dan perak, dengan nishab emas dan perak. Islam juga menetapkan, bahwa hukum pertukaran dalam transaksi keuangan adalah dengan menggunakan emas dan perak. Semuanya ini membuktikan, bahwa emas dan perak adalah mata uang, dan ditetapkan oleh Islam sebagai standar mata uang, baik uang kertas maupun kertas berharga yang lainnya.[2]
Kedua, mekanisme (sistem) yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli, adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem yang bisa menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar. Mekanisme (sistem) seperti ini jelas melanggar ketentuan syariah, dimana ketentuan serah-terima, dan kepemilikan barang sebelum transaksi jual-beli, tidak pernah ada.
Mengenai jual-beli barang harus ada serah terima, karena ketika Hakim bin Hazzam bertanya kepada Rasulullah saw.:
«يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَشْتَرِي بُيُوعًا فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا وَمَا يُحَرَّمُ عَلَيَّ قَالَ فَإِذَا اشْتَرَيْتَ بَيْعًا فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ»
“Ya Rasulullah, saya membeli beberapa barang. Mana yang halal dan haram bagi saya? Beliau pun menjawab: ‘Jika kamu membeli barang, maka janganlah kamu menjualnya sampai kamu menyerahterimakannya.” (H.r. Ahmad dari Hakim bin Hazzam)
Sabda Nabi yang menyatakan, “Fala tabi’hu hatta taqbidhahu” menunjukkan, bahwa sebelum terjadinya serah-terima, maka transaksi jual-beli tersebut belum dianggap sah. Jika jual-belinya belum sah, berarti status kepemilikan atas barang yang dijualbelikan juga belum sah. Konsekuensinya, jika barang tersebut dijual lagi, berarti sama dengan menjual barang yang bukan atau belum menjadi miliknya. Dalam konteks ini, berlaku hadits Nabi dari Hakim bin Hazzam:
«قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ الرَّجُلُ يَطْلُبُ مِنىِّ الْبَيْعَ وَلَيْسَ عِنْدِيْ أَفَأَبِيْعُهُ لَهُ فَقَالَ رَسُوْلُ الله e: لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ»
“Ya Rasulullah, ada seseorang meminta saya menjual sesuatu yang bukan menjadi milik saya, apakah boleh saya menjualnya kepada orang itu? Beliau menjawab: ‘Kamu tidak boleh menjual sesuatu yang bukan menjadi milikmu.” (H.r. Baihaqi dari Hakim bin Hazzam)
Ketiga, pelaku pasar. Pelaku pasar yang bermain di pasar modal bisa dipilah menjadi dua, yaitu asing dan domestik. Hukum pelaku pasar domestik sama dengan pelaku pasar domestik lain di pasar-pasar lain, selain pasar modal. Meski khusus untuk pasar modal, statusnya berbeda, karena dua aspek di atas. Adapun untuk pelaku pasar asing, maka hukumnya bisa dikembalikan pada status kewarganegaraan masing-masing. Hukum masuknya mereka di pasar domestik kembali kepada status negara mereka. Jika negara mereka adalah negara Kafir Harbi, seperti Amerika, Inggris dan Israel, misalnya, maka mereka dilarang masuk. Dengan kata lain, hukumnya haram. Namun, jika negara mereka adalah Kafir Mu’ahad, maka pelaku asing tersebut diperbolehkan.
Dari ketiga aspek di atas bisa disimpulkan, bahwa pasar modal adalah sarana yang digunakan untuk memperjualbelikan barang atau jasa yang haram, dengan menggunakan mekanisme dan sistem yang diharamkan, dan didominasi oleh para pelaku asing, yang nota bene tidak memihak pada kepenting domestik. Dengan demikian, berlaku kaidah usul:
«الوَسِيْلَةُ إِلَى الْحَرَامِ مُحَرَّمَةٌ»
“Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram.”
Jadi, hukumnya jelas haram. Wallahu a’lam.[rofx/hti]

[1] Lihat, al-‘Allamah as-Sayikh Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam, Dar al-Ummah, Beirut, edisi Muktamadah, 2004, hal. 175-176. Dr. Mahmud al-Khalidi, Iqtishaduna: Mafahim Islamiyyah Mustanirah, ‘Alam al-Kutub al-Hadits, Yordania, 2005, hal. 375.
[2] Untuk lebih detail, silahkan baca buku an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam, karya al-‘Allamah as-Sayikh Taqiyuddin an-Nabhani, Dar al-Ummah, Beirut, edisi Muktamadah, 2004, hal. 271-273.

PASAR MODAL SYARI'AH

PENDAHULUAN
Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas  melarang aktivitas  penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33).
Untuk mengimplementasikan seruan investasi  tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Pasar modal merupakan salah satu pilar  penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya.
Dengan kehadiran pasar modal syariah, memberikan kesempatan bagi kalangan muslim maupun non muslim yang ingin menginvestasikan dananya sesuai dengan prinsip syariah yang memberikan ketenangan dan keyakinan  atas transaksi yang halal.  Dibukanya Jakarta Islamic Indeks di Indonesia (JII) pada tahun 2000 sebagai pasar modal syariah memberikan kesempatan para investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah.  Beragam produk ditawarkan dalam indeks syariah dalam JII maupun ISSI seperti saham, obligasi, sukuk , reksadana syariah, dsb.
Melalui makalah ini, penulis berusaha untuk menjelaskan tentang gambaran pasar modal syariah yang ada di Indonesia, berupa produk, manfaat, karateristik dan perkembangannya. Secara  khusus  penulis membahas lebih dalam tentang saham syariah di Indonesia  dan saham syariah di negara lain.




PEMBAHASAN
  1. A.    Pengertian Pasar modal syariah
Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.[1]
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam.
Saham syariah adalah saham-saham yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam atau yang lebih dikenal dengan syariah compliant.
  1. B.      Landasan Hukum
Dalam ajaran Islam, kegiatan investasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang termasuk ke dalam kegiatan muamalah, yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia lainnya.  Sementara itu dalam kaidah fiqhiyah disebutkan bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah adalah mubah (boleh), kecuali yang jelas ada larangannya dala al Qur’an dan Al Hadits.  Ini berarti bahwa ketika suatu kegiatan muamalah baru muncul dan belum dikenal, maka kegiatan tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat indikasi dari al Qur’an dan hadits yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit. Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Salah satu aktivitas bermuamalah tersebut adalah melakukan investasi. Investasi sangat dianjurkan dalam rangka mengembangkan karunia Allat SWT.  Islam tidak memperbolehkan harta kekayaan ditumpuk dan ditimbun.  Karena hal-hal demikian adalah menyianyiakan ciptaan Allah SWT dari fungsi sebenarnya harta dan secra ekonomi akan membahayakan karena akan terjadi pemusatan kekayaan pada golongan tertentu saja.  Landasan lainnya yang mendorong setiap musliim melakukan investasi yaitu perintah zakat yang akan dikenakan terhadap semua bentuk aset yang kurang/tidak produktif (iddle asset).  Kondisi demikian akan menyebabkan terkikisnya kekayaan tersebut.
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal.
Berbeda dengan efek lainnya, selain landasan hukum, baik berupa peraturan maupun Undang-Undang, perlu terdapat landasan fatwa yang dapat dijadikan sebagai rujukan ditetapkannya efek syariah. Landasan fatwa diperlukan sebagai dasar untuk menetapkan prinsip-prinsip syariah yang dapat diterapkan di pasar modal.
Sampai dengan saat ini, pasar modal syariah di Indonesia telah memiliki landasan fatwa dan landasan hukum sebagai berikut :
Terdapat 14 fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia sejak tahun 2001, yang meliputi antara lain:
  1. Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah
  2. Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
  3. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
  4. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
  5. Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
  6. Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
  7. Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah
  8. Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah
  9. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
  10. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN
  11. Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
  12. Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back
  13. Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased
  14. Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Terdapat 3 (tiga) Peraturan Bapepam & LK yang mengatur tentang efek syariah sejak tahun 2006, yaitu:
1.      Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
2.      Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal
3.      Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
Terdapat 1 Undang-Undang yang mengatur tentang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yaitu: UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

  1. C.    Fungsi  dan manfaat saham Syariah
Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
  • Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
  • Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
  • Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
  • Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
  • Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.[2]
Pasar modal mempunyai banyak manfaat, diantaranya:
a.       Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana tersebut secara optimal.
b.      Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi (penganekaragaman, misalnya penganekaan usaha untuk menghindari ketergantungan pada ketunggalan kegiatan, produk, jasa, atau investasi).
c.       Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi Negara.
d.      Memungkinkan penyebaran kepeilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
e.       Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik.
f.       Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik.
g.      Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa di perhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
h.      Membina iklim ketrebukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses control sosial.
i.        Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan manajemen professional, dan penciptaan iklim bersahan yang sehat.[3]



  1. D.    Karakteristik dan Produk di Pasar Modal Syariah Indonesia
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Sukuk
Sukuk merupakan obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share). Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
2. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
3. Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
  1. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
  2. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1.                            i.            kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13,  yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
  • perjudian dan permainan yang tergolong judi;
  • perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
  • perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
  • bank berbasis bunga;
  • perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
  • jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
  • memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
  • melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
    1. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
    2. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%. [4]
Bagi emiten / perusahaan yang terdaftar dan sahamnya diperdagangkan di bursa saham, apabila memenuhi kriteria di atas, maka bisa digolongkan sebagai saham syariah. Dari sekitar 463 saham yang terdaftar saat ini, 300 di antaranya merupakan perusahaan yang sesuai dengan kriteria di atas. Investor tidak perlu repot-repot untuk membaca laporan tersebut satu per satu karena saham yang memenuhi criteria di atas dirangkum dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK atau pihak yang diakui oleh BAPEPAM-LK dan daftar tersebut bisa diperoleh di situs www.bapepam.go.id dan www.idx.co.id (situs Bursa Efek Indonesia).
DES diperbaharui setiap 6 bulan sekali dan apabila ada emiten yang baru masuk bursa dan ternyata sesuai dengan kriteria di atas, maka bisa dimasukkan dalam DES tanpa harus menunggu periode 6 bulan. Kinerja saham-saham yang masuk dalam kategori syariah secara umum diwakili oleh 2 indeks yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Perbedaannya, ISSI merupakan cerminan dari seluruh saham yang masuk dalam kategori syariah,  sementara JII hanya mengambil 30 saham dari DES dengan pertimbangan likuiditas, kapitalisasi dan faktor fundamental lainnya.
Spekulasi Investasi Saham
Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil dalam harga saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral saham dengan harga marginal.  Para spekulan (blind spekulation) mencari keuntungan dari perbedaan harga dalam transaksi jangka pendek.
Spekulan berbeda kontras dengan Investor. Tujuan investor yang sungguh-sungguh adalah mencari jalan keluar dari tabungan saham yang meraka miliki jika mereka benar-benar mau menjual di kemudian hari. Investor yang sesungguhnya tidak tertarik pada transaksi berjangka pendek dan tujuan mereka, setidaknya saat pembelian, adalah memegang saham dalam jangka panjang.  Oleh karena itu, ada tiga hal yang mencirikan suatu investasi di pasar modal: mengambil saham yang telah dibeli, melakukan pembayaran penuh, dan keinginan pada saat membeli ntuk memegang saham dalam jangka waktu yang tidak tertentu.
Kegiatan spekulatif di bursa saham atas dasar margin tidak memberikan fungsi ekonomi yang bermanfaat dan justru membahayakan investor yaitu melahirkan fluktuasi yang tidak dapat diterima dalam harga saham dan menyuntikkan elemen ketidakpastian dan ketidakstabilan ke dalam investasi mereka.[5]
Di pasar modal, larangan syariah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar, dan maysir.  Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum.  Dengan aturan ini, saham tidak bisa diperjualbelikan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencari untung dari pergerakan harga saham semata.  Pembatasan ini memang meredam spekulasi tetapi juga membuat investasi di pasar modal menjadi tidak liquid.  Padahal tidak mungkin seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak sehingga harus mencairkan sahamnya yang dipegangnya, sedangkan ia terhalang belum lewat masa minimum holding period-nya.  Metwally mengusulkan minimum holding period setidaknya satu pekan.  Selain itu, Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan.  Lebih lanjut Akram Khan melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan saham yang diperjualbelikan. [6]
Mekanisme pasar modal masih terus disempurnakan untuk mencegah terbukanya pintu praktik riba, maysir, dan gharar.
Kendala-kendala untuk mengembangkan pasar modal (Sudarsono-2003):
  • Belum ada ketentuan yang melegitiminasi pasar modal syariah dari bapepam atau pemerintah –UU.
  • Pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasr modal disyariahkan.
  • Sosialisi instrumen pasar modal perlu dukungan dari bergagai pihak.
Strategi yang perlu dikembangkan:
v  Mendukungan  UU no 8 tahun 1995 untuk  mendorong perkembaangan pasar modal syariah.
v  Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha muslim) untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami.
v  Diperlukan rencana jangka panjang dan jangka pendek oleh bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal.
v  Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah dari para akademisi.
  1. E.     Kaidah dan Mekanisme transaksi
Karakteristik Pasar Modal Syariah Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah (Metwally, 1995) adalah sebagai berikut :
1.      Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2.      Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan Melalui pialang.
3.      Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan.
4.      Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali.
5.      Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
6.      Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
7.      Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8.  Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST.
9.  Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST.

Kaidah syariah untuk pasar perdana:
v  Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil(dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
v  Tidak boleh menerbitkan efek hutang untuk membayar kembali hutang.
v  Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan diterima oleh perusahaan.
v  Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan manfaat yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu.

Kaidah syariah untuk pasar sekunder:
Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan) atas produk atau jasa yang  halal.
Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana dari hutang atau menerbitkan surat hutang.
Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indeks.
Tidak boleh memperjualbelikan hasil yang diperoleh dari suatu efek (misalnya kupon, deviden) walaupun efeknya sendiri dapat diperjualbelikan.
Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan obyek transaksi sebagai jaminan.
Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan cornering.
  1. F.     Pasar modal syariah Internasional
Kepopuleran efek syariah dan keunggulannya mendorong munculnya berbagai indeks ekuitas.  Beberapa tahun sebelum kemunculan Jakarta Islamic Indeks, telah ada indeks syariah bermunculan.  Dow Jones & Company meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) pada Februari 1999, kemudian diikuti kemunculan Kuala Lumpur Shariah Index (KLSI) oleh bursa Malaysia pada April 1999, dan FTSE Global Islamic Index Series (FTSE-GII) oleh kelompok Financial Times Stock Exchange(FTSE) pada Oktober 1999.[7]  Pada pasar modal syariah ini dilakukan proses screening untuk menyaring saham yang sesuai prinsip syariah yang ketentuannya dibuat oleh Shariah Supervisory Board atau kosultan hukum Islam.
  1. G.   Perbedaan saham Syariah dan konvensional
Saham Syari’ah:
1.    Investasi terbatas pada sektor tertentu  (sesuai dengan syariah), dan tidak atas dasar utang.
2.    Didasarkan pada prinsip syari’ah (penerapan loss-profit sharing).
3.    Melarang berbagai bentuk bunga, spekulasi dan judi.
4.    Adanya syari’ah guidline yang mengatur berbagai aspek seperti alokasi aset, praktek investasi, perdagangan dan distribusi pendatapan.
5.    Terdapat mekanisme screening perusahaan yang harus mengikuti prinsip syari’ah.
Konvensional :
1.    Investasi bebas pada seluruh sektor.
2.    Didasarkan pada prinsip bunga.
3.    Membolehkan spekulasi dan judi yang pada gilirannya akan mendorong fluktuasi pasar yang tidak terkendali.
4.    Guidline investasi secara umum pada produk hukum pasar modal.
Penutup dan Kesimpulan
Pasar  modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tida
k bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Dibukanya Jakarta Islamic Indeks di Indonesia (JII) pada tahun 2000 sebagai pasar modal syariah memberikan kesempatan para investor muslim maupun non mulim untuk mengivestasikan dananya pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah.  Beragam produk ditawarkan dalam indeks syariah dalam JII antara lain berupa saham, obligasi, sukuk , reksadana syariah, dll.
Di pasar modal, larangan syariah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar, dan maysir.  Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum.
Di dunia internasional indeks saham syariah telah bermunculan berkembang pesat terutama di Barat dan Timur Tengah seiring dengan perkembangan ekonomi Islam secara global.  Indeks syariah memberikan alternatif investasi yang aman khususnya bagi kaum muslim yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariah.







Daftar Pustaka

Firdaus, NH Muhammad, dkk. 2005. Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Keuangan & Investasi Syariah. Jakarta :Renaisan.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana.
Iqbal, Zamir & Mirakhor, Abas.  2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori &Praktik. Jakarta:Kencana.
Sholihin, Ahmad,  Ifham.2010Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia

Web:
http//:www.idx.com/html
http//:www.bapepam.go.id/

[1] Sholihin, Ahmad Ifham.2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia. Halaman 351
[2]Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana  Halaman 76.
[4] www.bapepam.go.id     diakses 05/03/2013
[5] Firdaus,dkk. 2005. Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Keuangan & Investasi Syariah. Jakarta :Renaisan.  Halaman 35-36.
[6] Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana.  Halam an 78-82
[7] Iqbal, Zamir & Mirakhor, Abas. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori &Praktik. Jakarta:Kencana.    Halaman: 246