Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat
dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi
produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan
tegas melarang aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang
dimiliki (9:33).
Untuk mengimplementasikan seruan investasi tersebut, maka harus
diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan orang untuk
menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi
adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya
merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat
berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal sendiri. Pasar modal merupakan salah satu pilar
penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan
perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk
menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya.
Dengan kehadiran pasar modal syariah, memberikan kesempatan bagi
kalangan muslim maupun non muslim yang ingin menginvestasikan dananya
sesuai dengan prinsip syariah yang memberikan ketenangan dan keyakinan
atas transaksi yang halal. Dibukanya Jakarta Islamic Indeks di
Indonesia (JII) pada tahun 2000 sebagai pasar modal syariah memberikan
kesempatan para investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan yang
sesuai prinsip syariah. Beragam produk ditawarkan dalam indeks syariah
dalam JII maupun ISSI seperti saham, obligasi, sukuk , reksadana
syariah, dsb.
Melalui makalah ini, penulis berusaha untuk menjelaskan tentang
gambaran pasar modal syariah yang ada di Indonesia, berupa produk,
manfaat, karateristik dan perkembangannya. Secara khusus penulis
membahas lebih dalam tentang saham syariah di Indonesia dan saham
syariah di negara lain.
PEMBAHASAN
- A. Pengertian Pasar modal syariah
Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat
diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur
dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena
itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem
pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal
Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun
terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa
produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
[1]
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak
untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang
merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan
modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar
prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham syariah dapat
dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai
dengan syariah Islam.
Saham syariah adalah saham-saham yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam atau yang lebih dikenal dengan syariah compliant.
- B. Landasan Hukum
Dalam ajaran Islam, kegiatan investasi dapat dikategorikan sebagai
kegiatan ekonomi yang termasuk ke dalam kegiatan muamalah, yaitu suatu
kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia lainnya.
Sementara itu dalam kaidah fiqhiyah disebutkan bahwa hukum asal dari
kegiatan muamalah adalah mubah (boleh), kecuali yang jelas ada
larangannya dala al Qur’an dan Al Hadits. Ini berarti bahwa ketika
suatu kegiatan muamalah baru muncul dan belum dikenal, maka kegiatan
tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat indikasi dari al
Qur’an dan hadits yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit.
Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Salah satu aktivitas bermuamalah tersebut adalah melakukan investasi.
Investasi sangat dianjurkan dalam rangka mengembangkan karunia Allat
SWT. Islam tidak memperbolehkan harta kekayaan ditumpuk dan ditimbun.
Karena hal-hal demikian adalah menyianyiakan ciptaan Allah SWT dari
fungsi sebenarnya harta dan secra ekonomi akan membahayakan karena akan
terjadi pemusatan kekayaan pada golongan tertentu saja. Landasan
lainnya yang mendorong setiap musliim melakukan investasi yaitu perintah
zakat yang akan dikenakan terhadap semua bentuk aset yang kurang/tidak
produktif (iddle asset). Kondisi demikian akan menyebabkan terkikisnya kekayaan tersebut.
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud
dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan
usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan
prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal.
Berbeda dengan efek lainnya, selain landasan hukum, baik berupa
peraturan maupun Undang-Undang, perlu terdapat landasan fatwa yang dapat
dijadikan sebagai rujukan ditetapkannya efek syariah. Landasan fatwa
diperlukan sebagai dasar untuk menetapkan prinsip-prinsip syariah yang
dapat diterapkan di pasar modal.
Sampai dengan saat ini, pasar modal syariah di Indonesia telah memiliki landasan fatwa dan landasan hukum sebagai berikut :
Terdapat 14 fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal
syariah Indonesia sejak tahun 2001, yang meliputi antara lain:
- Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah
- Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
- Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
- Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
- Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
- Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
- Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah
- Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah
- Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
- Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN
- Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
- Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back
- Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased
- Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah
dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa
Efek.
Terdapat 3 (tiga) Peraturan Bapepam & LK yang mengatur tentang efek syariah sejak tahun 2006, yaitu:
1.
Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
2.
Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal
3.
Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
Terdapat 1 Undang-Undang yang mengatur tentang SBSN (Surat Berharga
Syariah Negara) yaitu: UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
- C. Fungsi dan manfaat saham Syariah
Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
- Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
- Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
- Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
- Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada
harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
- Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.[2]
Pasar modal mempunyai banyak manfaat, diantaranya:
a. Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka
panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana
tersebut secara optimal.
b. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus
memungkinkan upaya diversifikasi (penganekaragaman, misalnya penganekaan
usaha untuk menghindari ketergantungan pada ketunggalan kegiatan,
produk, jasa, atau investasi).
c. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi Negara.
d. Memungkinkan penyebaran kepeilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
e. Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik.
f. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik.
g. Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan
dengan resiko yang bisa di perhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas,
dan diversifikasi investasi.
h. Membina iklim ketrebukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses control sosial.
i. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka,
pemanfaatan manajemen professional, dan penciptaan iklim bersahan yang
sehat.
[3]
- D. Karakteristik dan Produk di Pasar Modal Syariah Indonesia
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau
efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap
derivatif dari Efek. Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk
syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah.
Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar
modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari
Reksa Dana Syariah.
1. Sukuk
Sukuk merupakan obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara
terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab
yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan
Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai “Efek
Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak
terbagi (syuyu’/undivided share). Sukuk bukan merupakan surat utang,
melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk
yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan
(underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada
aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk
kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa
imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang
digunakan dalam penerbitan sukuk.
2. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah
didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan
peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan
Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Reksa Dana Syariah sebagaimana
reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi
masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak
memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas
investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun
dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk
melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas. Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada
tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham
pada bulan Juli 1997.
3. Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak
untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep
penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal
konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi
tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham
yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai
saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah
jika saham tersebut diterbitkan oleh:
- Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam
anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik
tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
- Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- i. kegiatan usaha tidak
bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan
IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
- perjudian dan permainan yang tergolong judi;
- perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
- perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
- bank berbasis bunga;
- perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
- jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
- memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
- melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
- rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
- rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal
lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya
tidak lebih dari 10%. [4]
Bagi emiten / perusahaan yang terdaftar dan sahamnya diperdagangkan
di bursa saham, apabila memenuhi kriteria di atas, maka bisa digolongkan
sebagai saham syariah. Dari sekitar 463 saham yang terdaftar saat ini,
300 di antaranya merupakan perusahaan yang sesuai dengan kriteria di
atas. Investor tidak perlu repot-repot untuk membaca laporan tersebut
satu per satu karena saham yang memenuhi criteria di atas dirangkum
dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK atau
pihak yang diakui oleh BAPEPAM-LK dan daftar tersebut bisa diperoleh di
situs
www.bapepam.go.id dan
www.idx.co.id (situs Bursa Efek Indonesia).
DES diperbaharui setiap 6 bulan sekali dan apabila ada emiten yang
baru masuk bursa dan ternyata sesuai dengan kriteria di atas, maka bisa
dimasukkan dalam DES tanpa harus menunggu periode 6 bulan. Kinerja
saham-saham yang masuk dalam kategori syariah secara umum diwakili oleh 2
indeks yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic
Index (JII). Perbedaannya, ISSI merupakan cerminan dari seluruh saham
yang masuk dalam kategori syariah, sementara JII hanya mengambil 30
saham dari DES dengan pertimbangan likuiditas, kapitalisasi dan faktor
fundamental lainnya.
Spekulasi Investasi Saham
Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil
dalam harga saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral
saham dengan harga marginal. Para spekulan (blind spekulation) mencari keuntungan dari perbedaan harga dalam transaksi jangka pendek.
Spekulan berbeda kontras dengan Investor. Tujuan investor yang
sungguh-sungguh adalah mencari jalan keluar dari tabungan saham yang
meraka miliki jika mereka benar-benar mau menjual di kemudian hari.
Investor yang sesungguhnya tidak tertarik pada transaksi berjangka
pendek dan tujuan mereka, setidaknya saat pembelian, adalah memegang
saham dalam jangka panjang. Oleh karena itu, ada tiga hal yang
mencirikan suatu investasi di pasar modal: mengambil saham yang telah
dibeli, melakukan pembayaran penuh, dan keinginan pada saat membeli ntuk
memegang saham dalam jangka waktu yang tidak tertentu.
Kegiatan spekulatif di bursa saham atas dasar margin tidak memberikan
fungsi ekonomi yang bermanfaat dan justru membahayakan investor yaitu
melahirkan fluktuasi yang tidak dapat diterima dalam harga saham dan
menyuntikkan elemen ketidakpastian dan ketidakstabilan ke dalam
investasi mereka.
[5]
Di pasar modal, larangan syariah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba,
gharar, dan
maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum
holding period
atau jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini, saham
tidak bisa diperjualbelikan setiap saat, sehingga meredam motivasi
mencari untung dari pergerakan harga saham semata. Pembatasan ini
memang meredam spekulasi tetapi juga membuat investasi di pasar modal
menjadi tidak liquid. Padahal tidak mungkin seorang investor yang
rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak sehingga harus
mencairkan sahamnya yang dipegangnya, sedangkan ia terhalang belum lewat
masa minimum
holding period-nya. Metwally mengusulkan minimum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu, Ia juga memandang perlu adanya
celling price
berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut Akram Khan
melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham
harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan saham yang
diperjualbelikan.
[6]
Mekanisme pasar modal masih terus disempurnakan untuk mencegah terbukanya pintu praktik riba, maysir, dan gharar.
Kendala-kendala untuk mengembangkan pasar modal (Sudarsono-2003):
- Belum ada ketentuan yang melegitiminasi pasar modal syariah dari bapepam atau pemerintah –UU.
- Pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasr modal disyariahkan.
- Sosialisi instrumen pasar modal perlu dukungan dari bergagai pihak.
Strategi yang perlu dikembangkan:
v Mendukungan UU no 8 tahun 1995 untuk mendorong perkembaangan pasar modal syariah.
v Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha muslim) untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami.
v Diperlukan rencana jangka panjang dan jangka pendek oleh bapepam
untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar
modal.
v Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah dari para akademisi.
- E. Kaidah dan Mekanisme transaksi
Karakteristik Pasar Modal Syariah Sedangkan karakteristik yang
diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah (Metwally, 1995) adalah
sebagai berikut :
1. Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2. Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan Melalui pialang.
3. Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat
diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang
perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan
kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3
bulan.
4. Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST)
tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali.
5. Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
6. Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
7. Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang
terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8. Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST.
9. Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST.
Kaidah syariah untuk pasar perdana:
v Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil(dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
v Tidak boleh menerbitkan efek hutang untuk membayar kembali hutang.
v Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan diterima oleh perusahaan.
v Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan
manfaat yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil
penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu.
Kaidah syariah untuk pasar sekunder:
Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan) atas produk atau jasa yang halal.
Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana dari hutang atau menerbitkan surat hutang.
Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indeks.
Tidak boleh memperjualbelikan hasil yang diperoleh dari suatu efek
(misalnya kupon, deviden) walaupun efeknya sendiri dapat
diperjualbelikan.
Tidak boleh melakukan transaksi
murabahah dengan menjadikan obyek transaksi sebagai jaminan.
Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan
cornering.
- F. Pasar modal syariah Internasional
Kepopuleran efek syariah dan keunggulannya mendorong munculnya
berbagai indeks ekuitas. Beberapa tahun sebelum kemunculan Jakarta
Islamic Indeks, telah ada indeks syariah bermunculan. Dow Jones &
Company meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) pada Februari
1999, kemudian diikuti kemunculan Kuala Lumpur Shariah Index (KLSI)
oleh bursa Malaysia pada April 1999, dan FTSE Global Islamic Index
Series (FTSE-GII) oleh kelompok Financial Times Stock Exchange(FTSE)
pada Oktober 1999.
[7] Pada pasar modal syariah ini dilakukan proses
screening
untuk menyaring saham yang sesuai prinsip syariah yang ketentuannya
dibuat oleh Shariah Supervisory Board atau kosultan hukum Islam.
- G. Perbedaan saham Syariah dan konvensional
Saham Syari’ah:
1. Investasi terbatas pada sektor tertentu (sesuai dengan syariah), dan tidak atas dasar utang.
2. Didasarkan pada prinsip syari’ah (penerapan loss-profit sharing).
3. Melarang berbagai bentuk bunga, spekulasi dan judi.
4. Adanya syari’ah guidline yang mengatur berbagai aspek seperti
alokasi aset, praktek investasi, perdagangan dan distribusi pendatapan.
5. Terdapat mekanisme screening perusahaan yang harus mengikuti prinsip syari’ah.
Konvensional :
1. Investasi bebas pada seluruh sektor.
2. Didasarkan pada prinsip bunga.
3. Membolehkan spekulasi dan judi yang pada gilirannya akan mendorong fluktuasi pasar yang tidak terkendali.
4. Guidline investasi secara umum pada produk hukum pasar modal.
Penutup dan Kesimpulan
Pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar
modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu
sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara
umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar
modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar
Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tida
k
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Dibukanya Jakarta Islamic Indeks di Indonesia (JII) pada tahun 2000
sebagai pasar modal syariah memberikan kesempatan para investor muslim
maupun non mulim untuk mengivestasikan dananya pada perusahaan yang
sesuai prinsip syariah. Beragam produk ditawarkan dalam indeks syariah
dalam JII antara lain berupa saham, obligasi, sukuk , reksadana syariah,
dll.
Di pasar modal, larangan syariah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar, dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum.
Di dunia internasional indeks saham syariah telah bermunculan
berkembang pesat terutama di Barat dan Timur Tengah seiring dengan
perkembangan ekonomi Islam secara global. Indeks syariah memberikan
alternatif investasi yang aman khususnya bagi kaum muslim yang ingin
berinvestasi sesuai dengan syariah.
Daftar Pustaka
Firdaus, NH Muhammad, dkk. 2005.
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Keuangan & Investasi Syariah. Jakarta :Renaisan.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008.
Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana.
Iqbal, Zamir & Mirakhor, Abas. 2008. Pengantar
Keuangan Islam: Teori &Praktik. Jakarta:Kencana.
Sholihin, Ahmad,
Ifham.2010.
Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia
Web:
http//:
www.idx.com/html
http//:
www.bapepam.go.id/
[1] Sholihin, Ahmad
Ifham.2010.
Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:PT Gramedia. Halaman 351
[2]Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008.
Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana Halaman 76.
[5] Firdaus,dkk. 2005.
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Keuangan & Investasi Syariah. Jakarta :Renaisan. Halaman 35-36.
[6] Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008.
Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:Kencana. Halam an 78-82
[7] Iqbal, Zamir & Mirakhor, Abas. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori &Praktik. Jakarta:Kencana. Halaman: 246